JAKARTA - Layanan pinjaman daring legal, atau pinjol, kini semakin diterima masyarakat sebagai alternatif pembiayaan yang efisien dan mendukung kegiatan produktif. Indonesia Fintech Society (IFSoc) menyatakan, persepsi masyarakat terhadap pinjol legal menunjukkan mayoritas menilai layanannya terjangkau dan bermanfaat, terutama untuk mendukung aktivitas ekonomi harian.
Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini, mengungkapkan bahwa studi akhir 2024 menangkap persepsi masyarakat yang positif terhadap pemanfaatan layanan pindar legal. Hal ini menunjukkan masyarakat kini mulai memahami bahwa pinjol legal berbeda dengan layanan ilegal yang memberatkan.
Dengan adanya pemahaman ini, layanan pinjol legal diharapkan bisa menjadi salah satu solusi keuangan yang aman dan efektif bagi masyarakat, tanpa menimbulkan rasa takut atau khawatir berlebihan terkait bunga dan cicilan.
Manfaat Pinjaman Digital Untuk Kegiatan Produktif
Salah satu kekhawatiran klasik masyarakat adalah anggapan bahwa pinjaman daring memberatkan karena tingkat suku bunga tinggi. Namun, studi IFSoc menunjukkan, ketika pinjaman digunakan untuk kegiatan produktif, persepsi tersebut tidak terbukti.
Hendri menegaskan, pengguna pinjol legal yang memanfaatkan dana untuk kegiatan produktif justru menilai bunga dan cicilan tidak memberatkan.
"Ternyata dari studi itu, karena ini digunakan untuk kegiatan yang produktif, mereka tidak menganggap bahwa ini memberatkan," ujarnya.
Persepsi ini membuktikan bahwa pinjol legal dapat menjadi instrumen pendukung pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta aktivitas ekonomi lainnya di masyarakat.
Biaya dan Cicilan Dinilai Terjangkau
Berdasarkan studi IFSoc, sekitar 59 persen responden menilai biaya pinjaman dari pindar legal tergolong sangat terjangkau atau cukup terjangkau. Studi ini dilakukan pada akhir 2024, saat tingkat bunga layanan pindar legal masih wajar menurut penilaian pengguna.
"Karena dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh, ternyata bagi mereka itu 59 persen menganggap sangat terjangkau dan cukup terjangkau," jelas Hendri.
Selain soal bunga, cicilan juga kerap menjadi perhatian publik. Studi menunjukkan masyarakat dengan perencanaan usaha yang baik, atau memiliki literasi keuangan, mampu melihat cicilan pinjol legal sebagai hal yang dapat dikelola, bahkan bisa dibandingkan dengan produk perbankan.
Persepsi Terhadap Denda Keterlambatan
Isu lain yang sering muncul adalah denda keterlambatan pembayaran. Studi IFSoc mengungkap bahwa persepsi masyarakat terhadap biaya keterlambatan relatif moderat. Sebagian besar responden menilai biaya keterlambatan ringan, sangat ringan, atau wajar.
"Ini bukan sesuatu yang menakutkan, tapi ini bisa terjangkau. Sebagian besar responden mengatakan 9-10 persen dianggap ringan, sangat ringan, dan wajar. Yang merasa sangat berat hanya 16 persen," papar Hendri.
Hasil ini menunjukkan bahwa layanan pinjol legal kini mulai diterima sebagai instrumen keuangan yang realistis, dengan struktur biaya yang transparan dan dapat dikelola oleh pengguna.
Literasi Keuangan Mendorong Pemanfaatan Optimal
Tingginya tingkat literasi keuangan menjadi kunci agar masyarakat dapat memanfaatkan pinjol legal secara efektif. Mereka yang memahami perencanaan keuangan mampu mengelola cicilan dan bunga dengan baik, sehingga pinjol menjadi alat bantu produktif, bukan beban tambahan.
Dengan pemahaman dan penggunaan yang tepat, layanan pinjol legal dapat meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat, mempercepat aliran modal untuk usaha produktif, serta memberikan alternatif pembiayaan yang cepat dan praktis.
IFSoc menekankan pentingnya edukasi publik mengenai pinjol legal agar persepsi positif ini meluas. Pengetahuan yang memadai dapat mencegah salah kaprah bahwa semua pinjol sama, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan finansial digital resmi.